Museum
yang pernah saya kunjungi adalah Museum Fatahillah yang terletak di DKI
Jakarta. Museum ini memiliki banyak nama, yakni Museum Batavia dan Museum
Sejarah Jakarta. Terletak di Jalan Taman Fatahillah nomer dua Jakarta Utara,
gedung ini awalnya di Bandung sebagai sebuah balai kota atau stadhuis.
Pembangunan gedung ini memakan waktu tiga tahun, yakni pada tahun 1707-1710.
Bangunan indah ini dibangun berdasarkan perintah seorang Gubernur Jendral
Belanda, Johan van Hoorn.
Balaikota
ini terdiri dari sebuah bangunan utama dengan dua buah bangunan sayap sisi
barat dan timurnya. Bangunan ini difungsikan sebagai kantor dan ruang
pengadilan. Bangunan ini juga dilengkapi ruang bawah tanah yang merupakan
penjara zaman Belanda. Baru pada tahun 1974, pemerintah Indonesia meresmikan
bangunan ini sebagai museum.
Bangunan
megah seluas 1.300 m2
ini terdiri dari tiga lantai. Dindingnya diwarnai dengan cat bewarna kuning
tanah. Jendela serta pintunya terbuat dari kayu jati dan bewarna hijau tua.
Sebuah penunjuk arah mata angin bertengger manis di bagian atap utamanya. Di
sisi bangunan, terdapat kolam dan beberapa pohon tua disekelilingnya. Dari segi
arsitektur, museum ini sangat mencerminkan gaya arsitektur Belanda di abad
ke-17. Konon, gedung ini memang dibangun dengan desain menyerupai Istana Dam di
Amsterdam, Belanda sana.
Sejarah
Pendirian dan Penggunaaan Museum Fatahillah
Bangunan
megah peninggalan Belanda ini, seperti telah disebutkan sebelumnya, merupakan
gedung balai kota. Balai kota ini dibangun untuk menggantikan balai kota
pertama yang dibangun di kawasan Kalibesar Timur pada tahun 1620. Di awal
pembangunan, gedung ini hanya memeliki satu tingkat. Tingkat kedua baru
dibangun beberapa waktu kemudian.
Beberapa
puluh tahun kemudian, kondisi bangunan balai kota ini mulai memburuk. Tanah
Jakarta yang labil dan bangunan yang terlampau berat menyebabkan bangunan mulai
tenggelam dari permukaan tanah. Renovasi demi renovasi pun mulai dilakukan.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu memikirkan sebuah solusi mudah dan praktis
tanpa harus mengubah fondasi bangunan.
Maka lantai bangunan ditinggikan setinggi 56 cm.
Beberapa
kali gedung ini direnovasi, diperlebar, diperluas. Penambahan ruangan beberapa
kali dilakukan dan penjara berkali-kali diperbaiki. Bentuk museum yang kita
lihat sekarang ini merupakan bentuk akhir dari beberapa renovasi yang telah
dilakukan. Yang menarik dari bangunan inia dalah penjara bawah tanahnya. Konon,
di ruangan bawah tanah terdapat setidaknya 5 buah sel tahanan seluas 4 x 4 meter
dengan tinggi hanya 1 meter. Ini menurunkan kesehatan mereka, belum lagi di
dalam sel tidak terdapat tempat buang air. Alhasil, sebagian besar tahanan
meninggal dunia akibat terserang penyakit.
Gedung
balai kota ini dilengkapi sebuah lapangan luas yang dinamai “stadhuisplen”.
Konon di tengah lapangan terdapat sebuah air mancur. Air mancur tersebut adalah
satu-satunya sumber air bagi masyarakat yang tinggal di daerah situ. Saat
pembangunan, sebuah penggalian dilakukan untuk membuat sumur tersebut dan para
arsitek Belanda berusaha mengalirkan air dari Pancoran Glodok menggunakan pipa.
Air mancur tersebut kemudian hancur. Baru pada tahun 1972 pemerintah Jakarta
menggali dan menemukan pipa saluran air. Lantas dibuatlah air mancur yang mirip
dengan air mancur zaman dahulu ditengah-tengah lapangan. Lapangan tersebut beralih nama menjadi Taman
Fatahillah.
Sebelum
menjadi museum, gedung yang dahulu dibuat untuk menjadi balai kota ini sempat
beberapa kali beralih fungsi. Di antaranya adalah sebagai gedung pengadilan. Di
tahun 1925-1942, gedung ini dijadikan kantor pemerintah provinsi Jawa Barat.
Kemudian gedung ini diambil alih oleh Jepang dan dijadikan kantor pengumpulan
logistik Dai Nippon. Pasca-kemerdekaan, gedung ini sempat dijadikan markas
Komando Militer Kota (KMK) di tahun 1952 setelah itu barulah gedung ini kembali
ke tangan pemerintah Jakarta dan olehnya gedung ini direnovasi dan dijadikan
museum bersejarah.
Koleksi
Museum Fatahillah
Setelah
berubah fungsi menjadi museum, gedung ini dipenuhi berbagai koleksi benda
bersejarah; terutama benda=benda peninggalan yang terkait dengan sejarah
Jakarta. Nama “Fatahillah” sendiri diambil dari anam seorang pejuang pendirian
kota Jakarta. Ia berperan dalam mengusir Portugis dari tanah Sunda Kelapa.
Selain arsitektur bangunan yang
indah dan klasik, museum fatahillah juga memiliki beberapa koleksi
menarik lainnya seperti keramik dan mebel antik mulai dari abad 17 sampai 19.
Bagi Anda yang sangat berminat dengan desain interior mengunjungi museum ini
akan memberikan kesan tersendiri dengan melihat desian-desain di era abad ke
17. Desain interior tersebut berupa perpaduan indah antara kebudayaan Eropa,
Cina, dan Batavia.
Di museum bersejarah ini, kita juga
bisa melihat perjalanan sejarah Jakarta yang dulu disebut dengan nama Batavia,
kemudian replika peninggalan masa Pajajaran dan Tarumanegara yang terpajang di
ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Jayakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Sultan
Agung, Ruang Fatahillah dan Ruang MH.Thamrin. Kita juga bisa menelusuri koleksi
kebudayaan Betawi dan sejarah becak dari masa ke masa.
Jika ingin melihat seperti apa
bentuk penjara bawah tanah yang ada saat zaman penjajahan Belanda, Kita bisa
menemukannya di Museum Fatahillah, beserta meriam si Jagur yang terkenal itu
dan ada juga patung Dewa Hermes. Dewa Hermes adalah Dewa perlindungan dan
keberuntungan bagi kaum pedagang.
Museum Fatahillah juga memiliki
beberapa program menarik lainnya seperti kegiatan Batavia Art Festival
yang diadakan setiap bulan Juni dalam rangka HUT kota Jakarta. Selain itu, ada
berbagai festival budaya yang sering dilakukan juga di museum ini. Jadi sangat
sayang jika kita tidak menyempatkan waktu liburan kita mengunjungi museum
fatahillah di Jakarta Barat ini. Museum Fatahillah memiliki koleksi artefak
100.000, dengan skitar 26.000 item. Benda beseharah di musem Fatahillah ini
adalah penginggalan zaman Belanda, baik yang berasal dari sumbangan/hibah
pecinta benda kuno atau juga yang diperoleh dengan cara pembelian.
Sumbangan/hibah itu biasanya dari warga Belanda yang pernah tinggal di
Indonesia, atau leluhur mereka pernah menetap di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar